Pages

Selasa, 02 April 2013

Untukmu, Pria Berbola Mata Coklat

Untukmu, Pria Berbola Mata Coklat.

Untukmu, pria yang kucintai sejak 5 SD.
Boleh basa-basi sedikit? Sudah berapa lama ya kita tidak bertemu?Lima tahunkah? Bagaimana wujudmu saat ini? Masihkah pipimu merah ketika cahaya matahari menciumi lembut pipimu? Masihkah bola matamu terlihat kecoklatan ketika disentuh sang mentari? Masihkah kamu membawa botol minum Spiderman yang selalu kau kalungkan dilehermu? Apakah semua telah berbeda?
Untukmu, si unik dengan seyum fantasti.
Aku bertanya-tanya, bagaimana sinar matamu saat ini? Masihkah sejuk dan beningnya seperti dulu? Seperti kala kita berbagi bekal bersama. Saat anak-anak lain sibuk dengan bekalnya masing-masing, aku dan kamu malah sibuk berdua membagi lauk untuk dimakan bersama. Kau bercerita banyak padaku. Sewaktu itu, kau masih bercita-cita ingin menjadi insyinyur, dan aku ingin menjadi dokter. Mengingat kenangan memang indah, mampu membuat seseorang tersenyum walaupun masa itu tak akan pernah kembali.
Untukmu, yang sekarang berada jauh dari negeri tempat ku berpijak.
Dulu, saat pertama kali bertemu, aku sangat heran padamu. Mengapa anak idiot sepertimu ditempatkan dikelas ku? Aku pikir, hal itu tak akan berlangsung lama. Ternyata sampai duduk di bangku kelas 5 pun, kita masih saja sekelas. Tapi, entah mengapa , ada titik dimana kita tak seperti musuh, ada saat dimana kita tiba-tiba menjadi dekat, dan aku tak pernah tahu mengapa rasa aneh itu berevolusi menjadi cinta dalam usia dini. Mengapa kau ajarkan perasaan aneh itu padaku? Dulu… kita masih terlalu dini untuk mengerti cinta, apalagi menafsirkannya.
Untukmu, yang mungkin tidak akan membaca tulisan ini.
Sedang apa kamu disana? Apakah kau masih ingat sosokku dan bentuk wajahku? Apakah kau masih ingat banyak hal yang terjadi saat kita SD? Ah.. mungkin kau lupa, aku masih mengingat kenangan-kenangan itu karena aku punya perasaan yang berbeda denganmu. Entahlah.. mungkin perasaanmu tak sama dengan perasaanku.
Aku masih ingat kala itu, ketika kita bermain permainan yang sering kita menyebutnya “rerebonan”, disitulah kali pertama kau menggenggam lembut tangan kananku. Meski itu hanyalah kebetulan dalam sebuah permainan, tapi itu sebuah sejarah yang sangat berharga bagiku. Mungkin hal itu tak akan pernah kembali, tapi kenangannya akan selalu tersimpan rapi dalam memori otakku.
Untukmu, yang selalu hafal nama lengkapku.
Mengapa saat kau pulang ke Indonesia, kau tak pernah mengabariku? Apakah kau tak tahu, hal itu sangat penting bagiku? Memang aku selalu terlambat mengetahuinya. Selalu aku tahu disaat kau telah pergi kembali ke negerimu. Apakah kau lupa dengan janjimu saat acara perpisahan kala itu? Bukankah kau berjanji akan selalu mengabariku meski kau telah berada jauh denganku? Bukankah kau berjanji akan selalu mengingatku meski kita tak lagi bersama? Apakah janji itu sudah tak berarti lagi untukmu? Sebegitu tidak pentingnya kah aku dimatamu?
Bahkan aku masih ingat kalimat terakhir yang kau ucapkan padaku sebelum kau pergi. Apakah kalimat itu merupakan sebuah pertanda bahwa kau akan melupakanku? Langkahmu dan langkahku terhenti, kita saling menatap, jantungku bereaksi dengan detakan yang begitu kencang, kau menggetarkan bibirmu, “Jaga diri kamu baik-baik ya, Vio. Jangan mengkhawatirkanku, aku akan baik-baik saja disana.”
Tanpa pengungkapan. Lalu kita terpisah, di persimpangan bandara, karena kita berbeda arah.

dari seorang perempuan
yang tak pernah lupa janji-janjimu
yang masih saja sering merindukamu

0 komentar:

Posting Komentar